Jasmine (20) takut untuk kembali ke Myanmar karena menurutnya orang-orang dari komunitasnya diperlakukan seperti kaum paria dan menjadi sasaran kekejaman. Dia adalah salah satu dari 195 Muslim Rohingya dari Myanmar yang mendekam dalam kondisi menyedihkan di daerah kumuh Jaitpur di pinggiran tenggara ibu kota selama setahun terakhir.

“Kami akan mati tetapi tidak akan kembali ke Burma (Myanmar). Kehidupan di sana benar-benar seperti neraka. Meskipun hidup di sini tidak mudah, namun jauh lebih baik daripada di Burma. Tidak ada yang melecehkan kami di sini,” kata Jasmine kepada IANS.

“Saya tidak tahu masa depan putri saya yang berusia tiga tahun. Bagaimana dia akan tumbuh dewasa? Di mana dia akan belajar?” kata Jasmine yang khawatir saat putrinya bermain di genangan air berlumpur di luar kabinnya.

Pada Mei 2012, kelompok etnis Rohingya ini menyeberang ke India dari Bangladesh. Mereka meninggalkan Myanmar karena takut akan serangan umat Buddha terhadap mereka dalam kekerasan yang menyebar di provinsi Rakhine (juga dikenal sebagai Arakan) di Myanmar.

Rohingya tidak diakui di antara 135 kelompok etnis di Myanmar dan diperlakukan sebagai imigran ilegal dari Bangladesh.
Bangladesh menolak mereka dan mengatakan mereka adalah warga Myanmar, sehingga mereka hidup tanpa hak sipil dan kewarganegaraan.

Permukiman sementara warga Rohingya di Jaitpur, yang terdiri dari sekelompok gubuk bambu kotor yang ditutupi lembaran plastik, tidak memiliki fasilitas dasar apa pun dan kehidupan anak-anak serta perempuan mereka sangat menyedihkan.

“Kami dijarah, dieksploitasi, dan dipukuli di sana. Tidak ada yang mempekerjakan kami karena kami Muslim,” Haroon, 44 tahun, yang berasal dari Busidung di Myanmar, mengatakan kepada IANS.

P. Kalam, 20, seorang buruh harian dengan penghasilan Rs 200 sehari, mengatakan: “Hanya saya yang tahu bagaimana saya hidup jauh dari orang tua saya. Mereka tidak ingin saya kembali ke mereka di Myanmar,” kata Kalam. yang berasal dari daerah Mongdu di Myanmar.

Warga Rohingya menuntut status pengungsi penuh dan berhak di hadapan badan pengungsi PBB, UNHCR. Pada bulan Mei tahun lalu, ratusan dari mereka melakukan protes di luar kantor UNHCR di Vasant Vihar, Delhi selatan. Sebagian besar warga Rohingya yang tiba di New Delhi tahun lalu telah menyebar ke wilayah lain di India, termasuk Jammu dan Kashmir.

“Kami menginginkan status pengungsi di India atau negara lain,” kata Mohammad Jakaria, seorang penarik becak.

Kalam meninggalkan negaranya karena berpikir keadaan akan menjadi lebih buruk. Ia menikah dengan Taslima, yang juga berasal dari Myanmar, di New Delhi.
Orang tua Taslima tewas dalam serangan gubernur setempat di salah satu distrik di Myanmar.

Menurut Alana Golmei, manajer proyek di Burma Centre, Delhi, konflik Burma-Rohingya sangatlah rumit. Diperlukan dokumentasi yang tepat untuk menyelesaikan masalah.

“Jika laporan media bisa dipercaya, mereka dianiaya. Jika India adalah negara tetangga, mereka bisa membantu mereka dengan menyediakan tempat berlindung untuk beberapa waktu,” katanya.

Dia mengatakan bahwa sekitar 3.000 warga Rohingya telah mengungsi di kota-kota lain di India seperti Hyderabad, Aligarh, Saharanpur dan Mathura di Uttar Pradesh dan Mewat di Haryana.

Di luar India, warga Rohingya menjadi pencari suaka di Thailand, Malaysia, dan india.

Toto SGP