Pemilihan presiden di Maladewa sedang menuju putaran kedua karena tidak ada kandidat yang berhasil memperoleh 50 persen suara, data terbaru yang dilansir media di sini, Sabtu.
Ada sedikit kejutan ketika mantan Presiden Mohammad Nasheed nyaris memenangkan pemilu dengan 46,91 persen suara, lapor Xinhua, mengutip TV pemerintah Maladewa.
Namun, ia masih tertinggal di belakang angka 50 persen, yang berarti ia akan bersaing dengan saudara tiri mantan Presiden Abdul Gayoom, anggota parlemen, Abdulla Yameen, yang memperoleh 29,11 persen.
Taipan Gasim Ibrahim yang kerap disebut sebagai orang terkaya di negara Asia Selatan ini tertinggal dengan 23,31 persen.
Nasheed, berdasarkan statistik terkini, berhasil memperoleh sedikit peningkatan dengan perolehan suaranya sebesar 45,45 persen pada putaran pertama pemilu yang diselenggarakan pada 7 Februari.
Pada putaran tersebut, hanya terdapat selisih 3.000 suara yang memisahkan Yameen dan Gasim di posisi kedua, namun menurut statistik yang dirilis media lokal, selisih tersebut semakin melebar pada putaran terakhir.
Maladewa memiliki 88 persen jumlah pemilih yang memilih presiden baru pada hari Sabtu.
Pemungutan suara, yang dimulai pukul 7 pagi, berakhir delapan setengah jam kemudian, lapor Haveeru Online.
Menurut Komisi Pemilihan Umum, 239.105 orang berhak memilih, dan 475 kotak suara ditempatkan di dalam dan luar negeri.
Para pejabat pemilu Maladewa sekarang akan bersiap untuk putaran kedua pemungutan suara sebelum batas waktu konstitusional utama yaitu 11 November, yang menyatakan bahwa jika negara tersebut tidak memilih presiden pada saat itu, ketua parlemen akan mengambil alih dan mengawasi transisi kekuasaan.
Belum jelas apakah pemungutan suara putaran kedua akan berlangsung sesuai jadwal pada hari Minggu, karena pernyataan resmi belum dikeluarkan oleh KPU.
Namun demikian, Mahkamah Agung memerintahkan Presiden Waheed yang akan keluar harus tetap berkuasa sampai pemerintahan baru siap mengambil alih.
Pemenang akan diumumkan pada hari Senin.
Transparansi Maladewa, yang memiliki jumlah pemantau terbanyak di 200 pulau, mengatakan bahwa suasananya kondusif bagi pemilu yang bebas dan adil dan mendesak para pejabat untuk mempertahankannya hingga pemilu berakhir.
Para pemilih, terutama kaum muda di Male, telah menyatakan kekecewaannya atas pertikaian politik yang mendalam yang menggagalkan dua upaya sebelumnya untuk menyelenggarakan pemilu pada bulan September dan Oktober.
“Pemilu berjalan dengan baik, tapi kami tidak percaya pada pemerintahan saat ini. Mereka punya kekuasaan kehakiman dan mereka bisa melakukan apa saja dengan menggunakan kekuasaannya. Jadi kami hanya memilih, kami tidak punya harapan apa yang akan terjadi selanjutnya,” a kata pemuda yang mengidentifikasi dirinya sebagai Ahmed kepada Xinhua.
Pejabat pemilu Maladewa pada hari Sabtu mengatakan prosedur yang tepat telah diikuti dalam pemilihan presiden dan menolak tuduhan daftar pemilih yang meragukan.
Sekretaris Jenderal Komisi Pemilihan Umum Asim Abdul Sattar mengatakan daftar tersebut tidak digunakan di TPS mana pun di Maladewa dan luar negeri.
“Tidak masalah meski semua halaman tidak ditandatangani. Ada beberapa daftar yang hanya halaman terakhir yang ditandatangani,” kata Sattar seperti dikutip Haveeru Online.
Kepastian ini muncul setelah Abdulla Yameen, calon presiden dari Partai Progresif Maladewa (PPM), mengatakan dia “tidak senang” dengan cara pemungutan suara dilakukan.
Menurut laporan tersebut, PPM menandatangani setiap halaman daftar pemilih dari 475 kotak suara yang ditempatkan di Maladewa dan luar negeri.
Oposisi Partai Demokrat Maladewa (MDP) menandatangani halaman terakhir dari setiap daftar sementara Partai Jumhoory (JP) hanya mendukung beberapa daftar, tambah laporan itu.
Abdulla Yameen mengatakan dia tidak yakin pemilu ini akan berjalan adil.
Dia menambahkan, kecurangan juga terlibat dalam pemilihan presiden.
“Ya, tentu saja. Ada daftar di TPS yang belum ditandatangani oleh para kandidat dan itu sepenuhnya salah dan pengaduan ini sedang diajukan ke Komisi Pemilihan Umum saat ini,” katanya.
Ini adalah upaya ketiga untuk memilih presiden setelah dua upaya sebelumnya gagal karena pertikaian politik.
Pemungutan suara putaran pertama yang diadakan pada tanggal 7 September dibatalkan oleh Mahkamah Agung menyusul tuduhan kecurangan besar-besaran.
Upaya kedua untuk menyelenggarakan pemilu pada tanggal 19 Oktober dibatalkan beberapa jam sebelum pemungutan suara dimulai setelah polisi menolak mendistribusikan surat suara dan bus ke seluruh negeri.